Deskripsi
Jalak suren berukuran sedang (24 cm), berwarna hitam dan putih. Dahi, pipi, garis sayap, tunggir, dan perut berwarna putih. Dada, tenggorokan, dan tubuh bagian atas berwarna hitam. Warna hitam ini masih coklat pada burung remaja. Iris berwarna abu-abu, kulit tanpa bulu di sekitar mata berwarna jingga, paruh merah dengan ujung berwarna putih, kaki kuning. Jalak suren mempunyai sayap yang agak bulat, terbangnya tidaklah cepat, melainkan dengan gerakan yang mirip dengan kupu-kupu. Bulu burung jantan dan burung betina kelihatan sama. Baik burung jantan maupun betina senang berkicau, dan mereka dapat meniru suara burung lain.
Burung jantan memiliki badan yang lurus dan lebih besar dari pada burung betina. Bulu kepala dan punggung berwarna hitam legam, serta ekornya sedikit lebih panjang dan menyatu. Warna merah pada kulit di atas mata lebih cerah dan jelas. Pada bagian yang memiliki bulu warna putih, di tubuh bagian bawah, kelihatan lebih bersih. Ekornya sedikit lebih panjang dan menyatu. Jari-jari kakinya lebih panjang dan lebih kokoh. Jambul kepalanya lebih panjang dan lebih melebar saat mengembang. Sementara, burung betina memiliki tubuh yang bulat dan pendek dengan warna hitam dan putih yang agak suram, kurang lincah dan agresif seperti jantan. Paruh, jari kaki, dan ekornya lebih pendek dan halus. Kepalanya agak ramping. Warna merah pada bagian mukanya lebih pucat dibanding burung jantan. Ocehannya lebih cerewet dan bervariasi.
Jalak suren mirip dengan jalak thailand. Walaupun demikian, keduanya dapat dibedakan melalui bulu dan dagu jalak thailand berwarna putih semuanya.
Taksonomi
Ilustrasi pertama jalak suren oleh George Edwards (1751) |
Kepala subspesies S. c. contra (atas), S. c. superciliaris (tengah), dan S. c. jalla (bawah); ilustrasi oleh Joseph Smit, 1890 |
Habitat dan distribusi
Jalak suren hidup terutama di dataran rendah, namun dapat juga ditemukan di kaki perbukitan sampai 700 meter di atas permukaan laut. Burung-burung ini terutama didapati di wilayah dekat perairan terbuka. Seperti jenis jalak lainnya, burung ini memilih lubang pohon untuk tempat tinggal. Jalak suren menyukai hutan sekunder terbuka yang banyak ditumbuhi pohon yang tinggi dan gelagah. Di India, penyebaran utama spesies ini berada di dataran Sungai Gangga, meluas ke selatan hingga Sungai Krishna. Penyebaran spesies ini kian hari kian meluas ke beberapa tempat seperti Lahore (dari 1997), Rajkot dan Bombay (sejak 1953. Penyebaran ini mungkin juga diakibatkan oleh banyaknya burung yang diperdagangkan yang tidak sengaja terlepas dari sangkarnya. Penyebaran burung-burung ini di India ke arah barat, terutama di daerah Rajasthan, terbantu oleh perubahan pola irigasi dan pertanian. Adapun spesies ini dilaporkan oleh Alan O. Hume, bahwasanya berkembangbiak di Provinsi Utara-Barat, Bengal, Rajpotana (tidak meluas ke wilayah barat atau ke Sindh), dan India Tengah. Ia juga berkembangbiak di Indonesia. Spesies ini juga telah menyebar sampai ke Dubai, UEA, Pakistan, Taiwan dan Pulau Honshu.
Perilaku
Jalak ini biasanya ditemukan dalam kelompok kecil, ia terutama mencari makan di atas tanah tapi bertengger di pohon atau bangunan. Ia tidak takut pada binatang besar, misalkan sapi, dan sering mencari makanan di tengah-tengah mereka. Burung dalam satu kelompok selalu mengeluarkan bunyi panggilan bersahut-sahutan dengan bunyi yang beraneka ragam seperti bunyi peluit, bunyi bergetar, bunyi mendengung, bunyi klik dan kicauan. Burung muda yang diambil untuk dipelihara dapat dilatih untuk meniru suara burung lain.
Jalak suren mencari makan terutama di ladang atau sawah, padang rumput dan tanah terbuka untuk mencari biji-bijian, buah-buahan, serangga, telur serangga, serangga yang kecil-kecil, kupu-kupu, cacing tanah, dan moluska yang biasanya didapatkan dari tanah. Saat mencari makanpun, tak jarang burung ini turun ke tanah dan mendekati sumber air di tempat yang dangkal. Seperti jenis jalak yang lain, mereka sering mencongkel atau membuka tanah, menusuk dengan menggunakan paruh untuk untuk mengeluarkan makanan yang tersembunyi di balik tanah. Selain itu pula, jalak suren biasanya turun ke air yang dangkal untuk mencari makanan. Mereka memiliki otot protraktor yang kuat yang memungkinkan mereka menyibakkan bagian bawah rumput dan matanya berada dalam posisi yang tepat sehingga mereka memiliki penglihatan binokular untuk melihat celah di antara paruh.
Pada saat hendak tidur, burung-burung ini mengeluarkan suara yang gaduh. Kebiasaannya hidupnya ini sering terlihat pada kelompok kecil dan kadang berpasangan; jalak suren bisanya tidur malam dalam kelompok besar dan saling melindungi.
Perkembangbiakan
Sarang terbuat dari gumpalan jerami terletak pada cabang pohon bungur (Lagerstroemia speciosa). |
Jalak suren membuat sarangnya dari gumpalan jerami lepas, yang dibentuk menjadi kubah dengan sebuah pintu masuk pada sisi samping yang diletakkan pada pohon besar (sering di pohon beringin, mangga, nangka, sonokembang, dan pohon aren atau kadang pada struktur buatan manusia, acapkali dekat dengan permukiman manusia. Di alam liar, jalak suren dilaporkan tinggal pada sarang yang berukuran besar, dengan panjang 2 kaki dan diameter 18 inci. Pada bagian tengahnya, ada tempat mirip rongga dengan kedalaman 9 inci dan diameter 3 1/2 inci. Namun menurut penuturan W. Blewitt, sarangnya terletak pada ketinggian 10-15 kaki dari tanah. Di Jawa, sarang jalak suren sering dibuat di ketiak pelepah palem atau di rumpun tumbuhan epifit.
Beberapa pasangan akan berkembang biak di tempat yang sama. Sebuah sarang biasanya diisi empat sampai enam telur biru mengkilap. Antara keluarnya satu telur dengan lainnya biasanya diantarai satu hari, dan proses pengeraman dimulai hanya setelah telur ketiga atau keempat ditelurkan. Telur menetas setelah 14-15 hari. Anak-anak jalak suren tinggal dalam sarang selama 2 minggu, ditunggui oleh induk betinanya di saat malam hari. Kedua induk memberi makan anak-anaknya sampai mereka sanggup terbang dan meninggalkan sarang setelah tiga minggu. Dalam satu musim, dapat dibesarkan lebih dari satu perindukan burung. Pernah dilaporkan, sebuah contoh pemberian makan interspesifik yang terjadi antara seekor kerak ungu yang memberi makan jalak suren muda.
Parasit dan pemangsa
Kucing adalah salah satu predator Sturnidae (termasuk juga jalak suren) yang berpotensial |
Greg Bockheim dan Susan Congdon (2001) menuturkan dalam buku mereka bahwasanya Sturnidae (termasuk juga jalak suren) apabila ada predator mendatangi mereka, maka mereka akan berteriak dengan suara omelan dan suara-suara yang serak untuk mengusir mereka. Predator yang berpotensial adalah binatang pengerat, kucing, dan ular. Beberapa jenis sturnidae mengejar dan mengikuti predator tersebut hingga mereka keluar dari sarang si burung. Sehingga, apabila ada kasus seperti ini, hendaknya pemilik sarang jalak hendaknya menangkap dan mengeluarkan predator tersebut.
Dalam kebudayaan
Jalak suren dapat dipelihara bersama jalak hitam (pada gambar) agar tetap rajin berkicau |
Dalam kebudayaan Sema Naga, salah satu suku Naga Besar di India, mereka mempercayai bahwa burung jalak suren merupakan reinkarnasi manusia. Sehingga mereka tidak mau memakan burung ini.
Status dan konservasi
Populasinya di alam liar tidak diketahui dengan pasti tetapi yang pasti burung ini oleh Daftar Merah IUCN dikategorikan dalam status konservasi “Least Concern” atau “Beresiko Rendah”. Dahulu di Pulau Jawa, pada tahun 1970-an, ia banyak dijumpai di seluruh Pulau Jawa, namun saat sudah tidak dapat kita jumpai lagi kehidupan jalak suren dialam bebas.Keberadaannya di Indonesia mulai berkurang, dikarenakan polusi dan eksploitasi. Tapi sayangnya pemerintah Indonesia belum melindunginya. Sebab lain kelangkaan spesies ini adalah penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama. Namun, sebagai akibat kelangkaaan spesies ini, jenis spesies lain, yakni jalak hitam lebih murah harganya daripada jalak suren.
Kelangkaan juga terjadi di delta Sungai Gangga, Bangladesh. Menurut M.S. Islam (2001), diketahui di tahun itu, populasi jalak suren berkurang. Ia mewawancarai warga sekitar dan diperoleh keterangan bahwa beberapa tahun sebelumnya, jalak suren masih banyak ditemukan di sekitar.
Kini, di Indonesia jalak suren sudah mulai ditangkarkan. Ini dilakukan untuk mengimbangi jumlahnya yang mulai berkurang di alam liar. Walaupun tidak banyak, jalak suren hasil penangkaran lokal sudah mulai mengisi kekosongan pasar jenis tertentu. Walaupun burung ini sudah mulai ditangkarkan, kesulitan lainnya adalah pengembangbiakannya masih sulit dilakukan. Namun demikian, secara umum di seluruh dunia polulasi jalak suren justru dilaporkan meningkat.
Post A Comment: